Minggu, 29 September 2019

Life

Kepahiang , 11 januari 2017

Tepat pukul 23.11 WIB tiba di rumah sakit, awalnya tak pernah berpikir akan menjalani semuanya, begitu cepat waktu berlalu, belum sempat engkau melihatku berhasil di titik itu. Malam itu saat semua orang sudah gundah akan kondisimu kau masih bisa berkata " Sehat kelak aku ni, dak apo-apo". Sekitar 30 menit kemudian om donny bilang nek ino harus segera dipindahkan ke ICU agar lebih terpantau, karena pulmonya sudah penuh dengan lendir. It's mean we don't have much time. Dari kamar menuju ICU, aku yang menjadi penopang beliau di belakang agar tidak sesak. Setibanya di ICU, tiba-tiba semuanya memburuk, kesadaran nek ino menurun, tekanan darah dari 100/70 mmhg terjun bebas menjadi 40mmhg. Seketika om donny memberikan informed consent untuk melakukan RJP, can you imagine it? nge-informed consent keluarga sendiri ? karena malam itu gak ada satu pun dokter jaga di situ, om donny memang tugas di sana. Saat kateter udah mentok, gak bisa masuk lagi. Saat tekanan darahnya tiba-tiba terjun bebas ke 40mmhg. Om donny langsung sigap me-RJP, nyuntik efinefrin, tekanan darah  naik sebentar 70mmhg, kemudian terjun bebass hingga 30mmhg. Seketika aku terisak, apakah ini sungguhan ? Secepat inikah semuanya berakhir? setelah itu, seketika om donny menyampaikan "mama udah nggak ada" . Seketika ruangan menjadi ramai dengan semua isak  tangis. Tepat pukul 03.00 WIB dini hari nek ino pergi untuk selama-lamanya, can you imagine in that night i went home with ambulance ? But, that's life.We couldn't do anything when Allah wanted it. Pulang dengan tidak percaya, masih merasa bahwa semuanya mimpi, tapi ternya inilah maksud Allah membiarkan aku untuk tidur seharian, agar aku bisa menemani nek ino hari itu.. Nek ino adalah mama kedua bagiku, dari kecil saat mama pergi aku selalu dirawat dan tinggal dengan nek ino dan nek anang. Setiap nek ino dan nek anang pergi aku selalu bersama mereka, tiba saat dulu aku diikut sertakan suatu  lomba dan aku sedih karena mama tidak bisa datang karena masih diluar kota, hanya nek ino yang setia menemaniku. Nek ino yang selalu bertanya setiap aku pulang " Atika balik, ndak makan melebi ? masak apo kito wik ? wik buekkan nek ino sosis solo isi kentang kek wortel" Tiap aku pulang, nek ino selalu ke rumah, begitupun sebaliknya " Bangun anak gadis, maso anak gadis tidur ninggi ari". Tiap jalan-jalan aku tuh sukanya terakhir - akhir baru belanja dan nek ino selalu bilang "kalau ndak beli tu jangan di tahan-tahan, kau ni dak ad keendak-endakkan". Al fatihah, allahuma firlahaa warhaamhaa wa'fuanha. Sungguh tak ada yang abadi di dunia ini kan, pada akhirnya kita akan menghadap kepada sang ilahi. Sehari sepeninggalan nek ino mendadak sepi, sunyi, tiap ke rumah nek ino selalu penuh canda tawanya kini hilang dibawa iku serta. Nek anang yang ditinggalkan mendadak hilang arah, pincang sebelah karena belahan jiwanya telah tiada, telah pergi menghadap illahi Rabbi.Bagaimana tidak kehilangan, Nek ino dan nek anang adalah salah satu motivator dalam hidupku, dari mereka akau belajar, untuk mencapai kesuksesan kita harus berdiri di kaki sendiri, berusaha keras, dan jangan lupa terus berdoa. Nek anang yang selalu tidak bisa jauh barang sebentar saja dengan belahan jiwanya, tiap terpisah jarak selalu menanyakan kabar nek ino, minimal sekali sehari 3 kali disuruh pulang. Ah.. sungguh siapa yang tak merasa kehilangan akan sosok ibu, nenek, yang hangat, ceria, humoris dan berhati bak malaikat ini. Sepekan lewat, kesehatan nek anang benar-benar memburuk setelah itu, mendadak murung, sering sedih, pada akhirnya jatuh stroke. Sudah hampir 9 bulan lebih nek anang stroke, beliau seperti kehilangan semangatnya, hilang arah, gundah gulana. Sekarang walaupun sudah membaik ada masa-masanya down, berteriak, tak terima akan sakitnya. Siapa sangka akan begini akhirnya? Bukankah sejatinya kita hanya dititpi? Bukankah sejatinya diri kita pun bukan milik kita? Jadi apa yang sebenarnya kita cari selain ridha illahi Rabbi ? To be Continued